30 Mei 2014

Kesatria Sepuluh Pedang Berbeda Panjang





katakuda | 15.30 | 0 Comments



Darah hitam berceceran seolah dibentuk rapi diatas tanah putih, darah yang berasal dari ujung pedang kesatria-kesatria hebat yang sedang beradu, berperang saling mengalahkan.

Kalau kalian pernah dengar tentang keagungan Colloseum di Roma sana, tentang bagaimana kejamnya para gladiatornya, aku berani jamin kawan, pertunjukan yang sedang kusaksikan ini jauh melebihi itu, arenanya jauh lebih luas, lebih indah, petarung-petarungnya pun jauh lebih handal, lebih gagah.

Semua kesatrianya diberikan senjata yang sama,

"Sepuluh pedang berbeda panjang"

Pedang indah hasil tempaan raja langit dan bumi, lebih tajam dari belati, lebih tajam dari pedang Excalibur King’s Arthur sekalipun.

Aku tersenyum puas menikmati hasil karyaku ini. Ya! Arena ini aku yang buat, aku yang rancang. Akulah otak dari tontonan gila ini. Aku dan temanku Mister.

Di arena buatanku ini, tidak akan ada teman yang bisa dijadikan tempat berlindung, tidak ada itu yang namanya koalisi, tidak ada yang akan menolong, semua sendiri, berdiri dikaki masing-masing, saling menari memainkan sepuluh pedang berbeda panjang dikedua tangan mereka, mengalahkan, menjatuhkan!

Ada ratusan bahkan mungkin ribuan kesatria yang sedang bertempur dibawah sana, dahsyat sekali! Tidak hanya lelaki gagah perkasa, tidak hanya pemuda tangguh dengan otot-ototnya yang kekar, di arena sana juga ada perempuan anggun, para belia belasan usia, bahkan lansia.

Aku kejam? Memang!

Tapi jangan pernah berfikir pertempuran ini tidak adil!

Dinegeriku ini , dari sejak awal menginjak bangku pendidikan, setiap rakyatnya tak peduli itu perempuan atau lelaki sudah diajarkan seni memainkan sepuluh pedang, seni merangkai jurus demi jurus. Jadi salah kalau kalian beranggapan seorang perempuan anggun tidak akan bisa mengalahkan pemuda tangguh berbadan kekar, salah kalau kalian beranggapan seorang belia belasan usia, seorang lansia tidak bisa berbuat apa-apa, semua punya modal yang sama.

Aku mencoba mengenali satu demi satu kesatria dibawah sana, mencoba membaca mereka dari goresan darah hitam yang mereka tumpahkan ke tanah putih dasar arena, walaupun sebenarnya hal itu adalah tugas dari tiga kesatria sepuluh pedang yang kutunjuk. Tapi tetap saja, aku ingin mengenal seperti apa sosok yang akan menemaniku nanti.

Seorang ibu muda yang sedang hamil tua diujung arena menarik perhatianku, gigih sekali perempuan itu pikirku, padahal dengan keadaan kehamilannya seperti itu, harusnya dia sekarang sedang duduk diam bersantai dirumah dimanja suami, bukan malah ikut pertempuran seperti ini. Tapi sepertinya saat kami berangkat nanti anaknya sudah lahir, sehingga kalaupun dialah pemenangnya, dia siap menemaniku.

Tapi tunggu dulu, bagaimana dengan bayi kecilnya? Kalau dia ikut denganku nanti, tentu bayinya akan ditinggal pergi, kasihan sekali! Anak bayi tentu sangat membutuhkan kehadiran seorang ibu disisinya, tidak mungkin juga kalau harus dibawa bersama kami, aku tidak ingin jadi pengasuh bayi nanti ditanah para raja, aku tidak ingin tidurku terganggu oleh suara tangisan bayi dimalam hari!

Ah..ibu itu bukan orang tepat untuk menemaniku !

Ada seorang remaja muda belia disisi lain arena, penampilan rapi, terlihat sekali dia sangat memperhatikan setiap detail pakaian yang menempel ditubuhnya.Dia cukup berbakat, hasil goresan darah hitam yang dia hasilkan cukup membuatku takjub, untuk remaja seumurannya, dia luar biasa menurutku. Kucoba mencari tahu lebih lanjut sosok remaja hebat ini, kubaca setiap goresan darah hitam yang dia rangkai, mataku terhenti digoresan :

“Setiap hal yang dilakukan secara mendadak itu, hasilnya pasti akan buruk!”

HAH!

Remaja belia ini juga bukan teman yang cocok untukku!

Kucoba kembali mengalihkan pandanganku ke seluruh sisi arena, kembali mengamati, mencari sosok yang kurasa tepat untuk menemaniku nanti.

Ah, bukan yang ini!

Bukan yang ini!

Aku tidak ingin dia!
. .
…..
.........
Sombong sekali gayanya!!

Pandanganku terhenti disosok seorang pemuda cungkring di sudut utara arena, perawakannya tinggi kurus, wajahnya dihiasi kumis janggut tipis, garis rahangnya tegas.

Aku tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pemuda ini, seberapa sombong dia! Apa yang dia punya sampai dia bisa berlagak angkuh seperti itu, kucoba perhatikan gores demi gores darah hitam yang dia tumpahkan ke lantai putih arena.

Goresan macam apa ini? Kenapa seperti ini goresannya?

Aku tidak menyangka, pemuda yang keliatan angkuh dan sombong itu akan menghasilkan goresan seperti ini, goresan darah hitam yang dia tumpahkan kedasar arena sungguh berbeda sekali dengan gayanya yang dingin dan angkuh.

Rangkaian goresan darah hitam yang dia hasilkan dari sepuluh pedangnya begitu hangat, penuh gairah dan nafsu untuk memenangkan pertempuran, kesan dingin dan angkuh yang kudapat saat melihat pemuda ini langsung hilang didalam goresannya.

Well, don’t judge the heart by the look.

Aku makin tertarik dengan sosok pemuda ini, kembali kubaca goresan demi goresan darah hitam yang dia tumpahkan.

Siapa pemuda ini?

Datang darimana dia?

Makin kubaca goresannya, makin tersihir aku olehnya, goresannya seolah mampu  membawaku ke masa depan, aku dengan jelas bisa melihat diriku sedang berjalan berdua dengannya menyusuri tanah para raja dimalam hari, berkelakar berbagai mimpi.

Ya, itulah hadiah dari pertempuran maha dahsyat ini, aku akan merangkul bangga mereka sang juara untuk menginjakkan kaki ditanah para raja, tanah para kesatria sepuluh pedang hebat dunia dilahirkan, tanah yang diimpikan oleh para kesatria-kesatria yang sedang bertempur dibawah sana.

“Lex, kenapa rambutmu harus kau warnai seperti itu, sungguh jelek sekali!”

"Apa kau bilang?" jawabku terpengarah

Aku terkejut mendengarnya celotehannya, ku tatap tajam dia, heran.

Berani sekali anak ini pikirku, belum juga genap sehari aku mengenalnya, sudah berani dia mengomentari penampilanku, lancang sekali.

Aku terdiam, memikirkan jawaban terbaik untuk menjawab coletehan bangsat anak ini, aku tidak ingin 
dikalahkan oleh argumen bodohnya, hargai diriku dipertaruhkan!


“Wuaaaaaaaaaaaaaaaaaa !! Kecooooooooaaaa !!!”

Teriakan dari arena dibawah sana, membangunkanku dari lamunan panjang, aku terkejut!
Kucoba mencari darimana suara teriakan itu berasal.

Hahahaa, ternyata suara teriakan itu berasal dari pemuda cungkring sombong yang ku pikirkan barusan, dibawah sana dia sedang terbirit-birit memanjat tiang arena menghindari kecoa yang tiba-tiba muncul dari celah tembok.

I Got You Boy! ucapku sambil tersenyum sinis.

Sekarang aku punya senjata ampuh untuk melawan celotehan-celotehan bodoh nan jujurnya nanti.

KECOA !!

Aku yakin, celotehan bodoh yang diucapkannya didunia khayalku tadi akan dilakukannya lagi didunia nyata.
Tapi, aku menyukainya! Aku menyukai teman yang jujur, apa adanya, daripada teman yang hanya bisa memuji dan memuji, membuai melambungkan! 

Well, truth hurts!

“Aku hanya ingin berpetualang menjelajahi tanah Inggris kecoa bangsaaaaaaat!! berpetualang ditanah baru, bertemu orang-orang baru!! pergi sana makhluk terkutuk, jangan ganggu aku !!” teriaknya sambil memeluk tiang arena.


Aku tertawa melihat kejadian bodoh itu, lucu sekali ! hahahaa. :D

Kutatap ketiga temanku, tiga kesatria sepuluh pedang hebat yang kutunjuk sebagai juri pertempuran ini.

Mereka balik menatapku sambil tersenyum.

Ya, semoga saja ketiga temanku sepakat denganku, bagaimanapun mereka lah yang menentukan siapa pemenang pertempuran ini, bukan aku.

Aku menyukai pemuda bodoh itu.. :))










By katakuda
A Short Description about youself







Stay Connected With Us
Feed Icon Twitter Icon Facebook Icon Google+ Icon Youtube Icon


Share and Spread Share On Facebook +1 This Post Digg This Post Stumble This Post Tweet This Post Tweet This Post Tweet This Post Save Tis Post To Delicious Share On Reddit Bookmark On Technorati


Related Articles

JOIN THE DISCUSSION

Any feedback, questions or ideas are always welcome. In case you are posting Code ,then first escape it using Postify and then paste it in the comments

0 comments: